Selasa, 29 April 2014

Tips & Trik membina rumah tangga

SIAPA PUN yang telah mengikatkan
diri dalam tali pernikahan tentunya
menginginkan atmosfer rumah tangga
yang harmonis. Maka yang harus
dipikirkan pertama kali adalah
bagaimana melakukan harmonisasi
hubungan suami-istri. Menjaga
keharmonisan pasangan suami-istri
(pasutri) tidaklah semudah
membalikkan telapak tangan, tapi
membutuhkan usaha dan
pengorbanan.

Berikut ini adalah
sepuluh tips mewujudkan
keharmonisan pasutri, sebagaimana
ditulis Wafaa‘ Muhammad, dalam
kitabnya Kaifa Tushbihina Zaujah
Rumansiyyah :

1. Berupaya saling mengenal dan
memahami Perbedaan lingkungan dan
kondisi tempat suami atau istri tumbuh
sangat berpengaruh dalam
pembentukan ragam selera, perilaku,
dan sikap yang berlainan pada setiap
pihak dari yang lain. Hal itu
merupakan kewajiban setiap pasutri
untuk memahami keadaan ini dan
berusaha mengetahui serta mengenal
pihak lain yang menjadi pasangan
hidupnya. Mereka juga harus
mengetahui semua hal yang berkaitan
dengan situasi kehidupan yang
mempengaruhi, sehingga dapat maju
ke depan dan mewujudkan
keharmonisan.

2. Perasaan timbal-balik Suami dan
istri adalah partner dalam satu
kehidupan yang direkatkan dalam tali
pernikahan; satu ikatan suci yang
mempertemukan keduanya. Tak pelak
lagi, keduanya harus berbagi suka-
duka; membagi kesedihan dan
kegembiraan bersama. Keduanya saling
berkelindan untuk menyongsong satu
cita-cita luhur yaitu mewujudkan
tatanan kehidupan berdasarkan aturan
Allah dan Rasul-Nya. Untuk memupuk
kasih sayang di masing-masing pihak,
suami membutuhkan cinta istri, dan
istri pun membutuhkan cinta suami. …
Suami dan istri harus berbagi suka-
duka, membagi kesedihan dan
kegembiraan bersama…

3. Setiap pihak harus hormat Ketika
suami atau istri memasuki rumahnya,
maka dia layak mendapatkan
penghormatan dan apresiasi dari
pasangannya. Hal itu bertujuan untuk
menjaga harkat dan mengangkat
prestise pasutri, sehingga masing-
masing merasa nyaman untuk
membangun rumah tangga harmonis.
Dalam hal ini, sudah menjadi
kewajiban pasutri untuk mencari poin-
poin positif yang dimiliki masing-
masing untuk digunakan sebagai
penopang sikap saling menghormati.

4. Berusaha menyenangkan
pasangannya Dalam kehidupan
keluarga, bahkan dalam kehidupan
sosial secara general, jika seseorang
berusaha mengedepankan dan
mengutamakan orang lain dari dirinya
sendiri, maka berarti dia telah
menanam benih-benih cinta dan
kedekatan kepada semua orang di
sekelilingnya. Dengan demikian, setiap
pasutri disarankan untuk senantiasa
menyenangkan pasangannya, dan
mendahulukan serta
mengutamakannya dari dirinya sendiri,
demi memperkukuh ikatan cinta kasih
di antara keduanya. Pasalnya, ketika
suami melihat istri membaktikan diri
untuk menyenangkan dirinya,
tentunya dia akan melakukan sesuatu
yang bisa membuat senang dan
gembira hati istri. Hal itu dilakukannya
untuk membalas kebaikan istrinya,
atau setidaknya sebagai pengakuan atas
kebaikan tersebut.

5. Mengatasi persoalan bersama
Pernikahan merupakan bentuk relasi
partnership dan partisipasi.
Partnership yang berdiri di atas
landasan kesamaan tujuan, cita-cita,
sikap, intuisi dan perasaan, serta
kolaborasi dan solidaritas dalam
memecahkan setiap persoalan. Setiap
masalah yang timbul dalam kehidupan
suami-istri, maka masalah itu dilihat
sebagai suatu kecemasan kolektif. …
Setiap masalah yang timbul dalam
kehidupan suami-istri, harus
dipandang sebagai suatu kecemasan
kolektif… Paradigma demikian memicu
suami agar berusaha bekerja keras
dalam rangka memberikan kehidupan
mulia bagi istri dan anak-anaknya. Pun
demikian, istri akan berusaha
menjalankan urusan rumah tangga
sesuai prosedur yang disepakati
bersama. Upaya yang dilakukan oleh
suami dan istri tersebut merupakan
solusi untuk memecahkan masalah
bersama. Pun demikian, baik suami
maupun istri tidak perlu
menyembunyikan problemnya, bahkan
diperlukan kejujuran dan transparansi
demi menumbuhkan benih-benih
kepercayaan dan saling pengertian,
sehingga mudah menemukan solusi.
Bisa jadi, permasalahan memiliki
dampak positif untuk meneguhkan
ikatan suami-istri.

6. Sikap qana’ah Di antara tanda
keharmonisan cinta pasutri adalah
sikap merasa puas dengan yang ada
(qana’ah) ; merasa puas dengan
prasarana hidup yang tersedia.
Kelanjutan sikap manja, kebiasan
hidup serba ada, boros dan berfoya-
foya pada masa kecil atau remaja
termasuk salah satu faktor yang
memicu pertikaian pasutri. Sikap
demikian berlawanan dengan
kedewasaan yang menuntut pandangan
realistis tentang kehidupan. Hal-hal
picisan dan glamor yang digembar-
gemborkan media publikasi sejatinya
tidak akan menciptakan kebahagiaan.
Karena kebahagiaan sejati memancar
dari hati dan jiwa terdalam, bukan
bertolak dari aspek-aspek materi yang
justru memicu kesenjangan dan
konflik pasutri.

7. Sikap toleransi kedua belah pihak
Sungguh sangat tidak logis jika setiap
pihak mengharapkan perilaku ideal
permanen dari pasangannya dalam
hubungan rumah tangga, karena
menurut tabiatnya, manusia kadang
salah dan benar. Suami atau istri
kadang lupa dan khilaf sehingga kerap
mengulangi kesalahan serta
kekeliruannya. Dia mungkin
melakukan kesalahan karena
ketidaktahuan, dan mengulanginya
tanpa disadarinya. Jika setiap pihak
berkeinginan untuk menghukum,
menghakimi, atau membalas dendam
untuk setiap kesalahan yang dilakukan
pasangannya, maka berarti dia merusak
fondasi keharmonisan rumah tangga.
…Kesalahan tidak perlu diikuti dengan
tekanan, cacian, dan intimidasi,
terutama jika kesalahan itu tidak
berkaitan dengan norma- norma
keislaman… Jika kita mencela segala
hal, maka kita tidak akan menemukan
sesuatu yang tidak kita cela. Melakukan
kesalahan adalah hal lumrah yang
hanya membutuhkan pelurusan,
pengarah, dan petunjuk, yang
dibarengi dengan sikap penyesalan dan
keinginan untuk berubah lebih baik.
Kesalahan tidak perlu diikuti dengan
tekanan, cacian, dan intimidasi,
terutama jika kesalahan itu tidak
berkaitan dengan norma-norma
keislaman. Yakinlah bahwa seseorang
tidak akan kehabisan cara yang sesuai
untuk mengoreksi kesalahan dan
penyimpangan pasangannya. Jalan
terbaik dalam hal ini adalah nasihat
yang tenang dan membuat
pasangannya merasa bahwa hal itu
adalah untuk kebaikan diri dan
keluarganya.

8. Berterus-terang Sikap terus terang,
kejujuran, dan keberanian adalah
kunci kebahagiaan kehidupan rumah
tangga yang tidak mungkin nihil dari
kesalahan. Dalam artian, jika Anda
melakukan kesalahan, maka yang
harus Anda lakukan adalah bergegas
meminta maaf, berani mengakuinya,
dan berjanji tidak akan mengulanginya
lagi di kemudian hari. Sikap tersebut
sama sekali tidak berarti menistakan
status dan harga diri Anda. Hal itu
justru mendorong pihak lain untuk
menghormati, mempercayai, dan
memaafkan Anda.

9. Kepedulian dan solidaritas Bagian
fragmen terindah kehidupan rumah
tangga adalah kepedulian dan
solidaritas yang dilakoni suami atau
istri dalam menghadapi kesulitan
dengan kesabaran dan perjuangan luar
biasa. Tatkala istri berdiri di samping
suaminya, maka suami akan merasa
kuat dan penuh percaya diri, begitu
juga sebaliknya. Ketika istri atau suami
merasakan bahwa pasangannya merasa
kuat dan percaya diri, maka dia akan
merasa jiwanya diliputi kedamaian dan
ketenteraman. Sisi ini pada
kenyataannya merupakan esensi
pernikahan dan integrasi batin di
antara kedua belah pihak.

10. Kearifan Kearifan satu sama lain –
hingga pada situasi yang paling suram
— membantu meletakkan fondasi
kukuh keharmonisan. Bisa jadi,
dikarenakan sebuah kesalahan, suami
atau istri memiliki kemampuan hebat
untuk mencelakai pasangannya, hanya
saja kearifan mencegahnya melakukan
hal itu. Kearifan memperkokoh
semangat kesepahaman di antara
keduanya. Atau salah satu pasutri
mungkin merasa lebih berhak dalam
hal tertentu, namun setelah berpikir
ulang tentang hal itu, dia tidak lagi
keukeuh mempertahankan
pendapatnya yang bisa memicu friksi.
…masalah silih berganti menghampiri.
Maka, kearifan adalah benteng kokoh
yang melindungi keluarga dari
disharmonisasi… Ketika dia mundur
dengan motif kearifan, maka dia berarti
melenyapkan aroma konflik dan
perselisihan. Namun jika sikap mau
menang sendiri dan superioritas
negatif menggantikan posisi kearifan,
maka kedamaian dan kemapanan
kehidupan rumah tangga akan
tercederai. Jika demikian, tak heran
jika masalah silih berganti
menghampiri. Maka, kearifan adalah
benteng kokoh yang melindungi
keluarga dari disharmonisasi.

Semoga Bermanfaat